Selasa, 31 Mei 2011

DAERAH RAWAN BENCANA SOSIAL
KABUPATEN SUKABUMI

Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak sekitar 160 km dari arah Jakarta meliputi areal seluas 420.000 hektar yang terbentang mulai dari ketinggian 0 - 2.958 m, di atas permukaan laut. Pegunungan dan dataran tinggi mendominasi hampir seluruh kabupaten ini. Dataran rendah ada di pesisir selatan, mulai dari Teluk Ciletuh sampai muara sungai Cikaso dan Cimandiri. Gunung Salak dan Gunung Gede menjadi batas alam Kabupaten Sukabumi.
Kabupaten Sukabumi memiliki jumlah penduduk sebesar 2.059.920 jiwa yang terdiri dari 563.773 kk. Kegiatan sosial ekonomi di Kabupaten Sukabumi difasilitasi oleh prasarana jalan raya Jalan Nasional: 41,140 km, Jalan Propinsi: 338,420 km, Jalan Kabupaten: 1.573,100 km.
  1. Kriteria daerah rawan bencana sosial di Kabupaten Sukabumi menurut perspektif masyarakat:
  • Bencana sosial yang berupa konflik sosial yang kemungkinan dapat berupa kekerasan sebenarnya merupakan suatu kegiatan spontanitas dari masyarakat. Aktivitas seperti ini terutama dikhawatirkan muncul akibat hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah, kegiatan swasta, dan masyarakat. Ketidak harmonisan ini dapat dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan atas kejadian tersebut. Pihak yang mengadu domba ini biasa disebut provokator. Banyak kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada masyarakat luas, seperti kebijakan yang lebih mengutamakan investasi ekonomi dibandingkan dengan pembangunan desa. Kebijakan ini rawan terhadap kecemburuan sosial warga masyarakat. Banyak daerah yang masih tertinggal di Kabupaten Sukabumi, sedangkan perindustrian maupun kegiatan investasi berjalan dengan sangat pesat, pertumbuhan pabrik dan perdagangan tumbuh dengan cepat.
  • Tidak meratanya upah buruh yang mengakibatkan pemicu terjadinya bentrok. Banyak kegiatan usaha yang belum merujuk pada UMR Kabupaten, akibatnya terjadi kesenjangan upah antar perusahaan yang cukup mencolok. Beberapa kali terjadi demonstrasi buruh secara terbatas, lokal, dapat dikendalikan.
  • Pembangunan sosial terutama bagi penanggulangan kemiskinan tidak berjalan dengan memuaskan. Pedagang asongan, anak jalanan, serta pengemis masih cukup banyak. Hal ini berarti kekecewaan masyarakat kelas bawah dapat terus menumpuk yang akhirnya dapat meledak dalam suatu bentrokan yang lebih luas. Pernah terjadi bentrokan antar kelompok anak jalanan akibat perebutan lahan di terminal Bus.
  • Konflik atau bentrok yang biasanya berkaitan dengan kekuatan fisik, disebabkan oleh SDM masyarakat Sukabumi yang masih relatif rendah. Orang yang biasanya bentrok dikarenakan SDM nya rendah seperti pendidikannya rendah.
  • Banyak kelompok-kelompok perguruan persilatan, keagamaan, atau geng-geng, yang bisa memicu konflik sosial secara luas karena saling adu kekuatan, ilmu kekebalan. Kerusuhan seperti ini pernah terjadi di Pelabuhan Ratu dengan Kelompok ”Kurawanya”.
  • Forum komunikasi yang mewadahi kerjasama yang baik antara ulama/tokoh masyarakat dengan pemerintah daerah belum dibentuk. Forum ini tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah, sehingga penyaluran komunikasi dapat berkembang secara salah melalui demonstrasi yang tak terkendali.
  • Kekerasan sosial lokal mudah terpicu akibat konsumsi minuman beralkohol yang mudah diperoleh di warung-warung kecil. Situasi ini diperkuat pula dengan banyaknya perayaan atau pesta rakyat seperti orkes dangdut, jaipong, pemutaran film terbuka, dll yang disemarakkan dengan minuman keras. Hal ini sering terjadi di pesisir pantai.
  • Dampak perluasan daerah atau wilayah juga dapat menjadi pemicu kekerasan atau ketidakpuasan yang disertai dengan kekerasan. Hal ini terutama disebabkan ketidakpuasan dalam pembagian sumber daya daerah lokal (biasanya tingkat kecamatan atau desa) yang harus dibagi sehubungan dengan pemekaran daerah.
  • Konflik politik, terjadi pada pemilihan kepala desa, pada saat kampanye maupun ketidakpuasan penghitungan suara. Kejadian ini pernah terjadi di Pelabuhan Ratu, tidak ada korban jiwa dalam kerusuhan ini.
  • Perebutan lahan perkebunan serta perebutan harta pada tingkat keluarga yang tidak berpotensi untuk meluas pada tingkat masyarakat.

2. Issue-issue yang mendasari terjadinya bencana sosial di Kabupaten Sukabumi:a.
Munculnya aliran Ahmadiyah. Aliran ini sudah ditetapkan oleh MUI sebagai aliran sesat akan tetapi masih terdapat di Kabupaten Sukabumi. Masyarakat merasa tidak setuju, menolak, serta membenci aliran ini dan memberikan reaksi yang cukup keras.
b.
Banyak issue tentang dukun santet, terutama di sukabumi selatan. Masyarakat menaruh curiga pada perkembangan dukun ini, dan seringkali menggenerali-sasikan secara berlebihan. Mereka menganggap semua dukun adalah dukun santet yang harus disingkirkan atau dihancurkan. Situasi ini sangat berpotensi menimbulkan kekerasan sosial.
c.
Aliran sesat “Kutb Rabbani” di Kecamatan Simpenan, yang sama juga dengan Aliran Ahmadiyah yang ditolak dan dibenci masyarakat yang dapat mengobarkan konflik sosial yang cukup keras.
d.
Perguruan ”Sapu jagad” di Kecamatan Sukaraja merupakan perguruan silat dan dilaksanakan dengan syariat yang keras dan dianggap menyimpang oleh warga masyarakat.
e.
Kelompok ”Anti Loudspeaker” yang membenci dan menolak kegiatan keagamaan yang menggunakan loud speaker sebagai media syiarnya.
f.
Bentrok antar pemuda, ini sudah sering terjadi (musuh bebuyut) antar kampung Cibatu dengan Cisaat.
g.
Tawuran antar sekolah, biasa dilakukan oleh anak-anak SMA pada hari sabtu.
3.
Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi dan mencegah bencana sosial di Kabupaten Sukabumi.
a.
Operasi miras, narkoba dan KTP dengan simbol tipiring yang dilakukan oleh aparat pemerintah kota atau kabupaten Dengan aparat kepolisian. Waktu pelaksanakan yang dilakukan, kalau dari pemda beberapa kali sedangkan dari kepolisian dilihat dari semaraknya.
b.
Ceramah, dakwah, penyuluhan tentang hukum terpadu setiap minggunya diadakan baik di tempat beribadah maupun yang dilakukan oleh Pemda.
2
3
 

TKSK Nyalindung. Copyright 2010 All Rights Reserved